“....Suara rakyat adalah suara
Tuhan. Dan kalian tak bisa membungkam Tuhan. sekalipun kalian memiliki
1.000.000 gudang peluru...”demikian kata Wiji Thukul,
agitator demonstran reformasi 1998.
Gerakan
Mahasiswa 1998 adalah puncak gerakan mahasiwa dan gerakan rakyat pro demokrasi.
Gerakan ini menjadi monumental karena dianggap berhasil memaksa Soeharto
berhenti dari jabatan Presiden Republik Indonesia setelah 32 tahun menjabat.
Mahasiswa mengorganisir rakyat melalui forum diskusi antar kota. Kutipan Thukul
jika bermakna kedaulatan dan kekuasaan berada ditangan rakyat untuk menentukan
apa yang baik buat negara, maka kutipan ini dapat dibenarkan.
Thukul berpikir bahwa benar Suara Rakyat adalah Suara Tuhan dan tak ada yang
bisa membungkam Tuhan sebab rakyat selalu menyuarakan kebenaran walaupun
sebagian ada yang menyeleweng dari kebenaran.Suara rakyat sudah pasti
mencerminkan Kehendak Tuhan sebab Tuhan diyakini sebagai sumber kebaikan yang
selalu memberitahukam manusia hal-hal baik, maka persetujuan kebanyakan orang
atas sesuatu yang dipandang baik itu juga tentu selaras dengan kehendak Tuhan.
Namun kenyataan yang terjadi tidaklah demikian. Secara faktual, terbukti tidak
selamanya kesepakatan kebanyakan orang selalu berkenan dengan kebaikan atau
menghasilkan kebaikan.
Masih
pantaskah slogan Suara Rakyat adalah Suara Tuhan dan Suara Mahasiswa adalah
Suara Rakyat diperdengarkan pada zaman yang penuh kebohongan ini? Zaman dimana
koruptor merajalela, pelanggaran HAM keras, angka kemiskinan semakin tinggi,
praktik politik uang dimana-mana, hak-hak rakyat tidak dihargai sebagaimana mestinyasementara
mahasiswa yang dikatakan sebagai tulang punggung bangsa dan negara serta agen
perubahan sibuk mengurusi diri sendiri dengan mengejar IPK tinggi dan gelar
sarjana tanpa lagi mengabdi kepada rakyat jelata. Rakyat terus bersuara dari
rezim ke rezim menuntut kesejahteraan agar mereka keluar dari penderitaan dan
kesengsaraan namun suara rakyat tak lagi didengar. Semula slogan tersebut
sangat sakti namun kali ini kesaktiannya perlahan menghilang sebab para
pemimpin hanya sibuk bersuara tanpa makna.
Melihat
penderitaan rakyat yang setiap harinya terus bertambah dan suara mereka yang diabaikan
oleh para pemimpin negara terutama pada negara penganut sistem demokrasi, maka
Apakah benar Suara Rakyat adalah Suara Tuhan dan Suara Mahasiswa adalah Suara
Rakyat? Dinamika sosial yang terjadi membuat kita bisa saja menjawab, ini tidak
benar dan omong kosong belaka.Suara rakyat sudah tidak lagi didengarkan
jeritannya oleh pemerintah dan negara dan mahasiswa tidak lagi menyuarakan apa
yang menjadi aspirasi rakyat tetapi sibuk mengurusi diri mereka sendiri.
Pemerintah dan negara sibuk mengeluarkan kebijakan yang terus merugikan rakyat
dan membuat keputusan yang sepihak.Suara Rakyat bukan lagi Suara Tuhan untuk
dihargai oleh pemerintah dan negara.Penggusuran rumah rakyat kecil yang baru
saja terjadi di Jakarta, reklamasi teluk Jakarta yang membuat para nelayan
khawatir dengan kehidupan mereka, pelanggaran HAM keras di Papua, hak buruh diabaikan,
tanah petani digusur untuk membangun gedung raksasa, hutan digunduli. Mahasiswa
dan kaum muda yang selalu berada pada garis depan terlihat diam dan membisu
melihat semua dinamika sosial ini. Soekarno pernah berpesan: kalau pemuda sudah
berumur 21-22 tahun sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak bergiat
untuk tanah air dan bangsa...pemuda yang begini baiknya digunduli saja
kepalanya.
Suara
Mahasiswa adalah Suara Rakyat adalah hal yang wajib diingat dan ditanamkan
didalam sanubari bagi setiap individu yang yang pada pundaknya terletak pangkat
mahasiswa sebab pada poin ketiga Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah Pengabdian
Terhadap Masyarakat. Tri Dharma Perguruan Tinggi mengharuskan mahasiswa
mengabdi kepada rakyat seperti politik praktis (salah satunya demonstran) yang
memiliki people power. Mahasiswa harus selalu berbaur dengan rakyat. Mahasiswa
juga diyakini sebagai Agent of change.
Berkaca pada Reformasi 1998 saat
mahasiswa bergabung bersama-sama dengan rakyat untuk menjatuhkan rezim
Soeharto. Banyak aktivis mahasiswa yang diculik dan dibantai bahkan ada yang
hilang hingga saat ini. Semuanya dilakukan demi rakyat. Aktivis mahasiswa 1998
menjadi contoh bahwa menjadi mahasiswa bukan hanya soal kuliah, mengisi
absensi, mengerjakan tugas dan rutinitas lainnya didunia kampus tetapi menjadi
mahasiswa harus berpikir kritis dan jelih melihat masalah disekelilingnya
terutama masalah soal rakyat.
Tulang
punggung sebuah bangsa ada pada tangan pemuda dan mahasiswa. Jika pemuda dan
mahasiswa berdiam diri saat melihat nasib bangsanya yang merosot karena ditimpa
kemiskinan dan berbagai masalah hidup lainnya maka matilah bangsa itu.
Mahasiswa dituntut harus critical
thinkhing dan problem solving. Mahasiswa dididik untuk memihak pada rakyat.
Ilmu-ilmu yang diajarkan akan menjadi alat pembebasan ataukah alat penindasan?
Namun
jika melihat mahasiswa pada zaman ini, telah terkontaminasi dengan berbagai
budaya barat yang tidak dicerna dengan baik tetapi ditelan matang-matang. Tidak
lagi kritis tetapi sibuk dengan hal-hal yang tidak membawa keberuntungan bagi
diri sendiri. Mahasiswa yang dulunya kritis saat masa kuliah ketika duduk dalam
pemerintahan pun seakan-akan ideologi yang dulu diidam-idamkan untuk membela
rakyat hilang termakan sistem pemerintahan yang mengaturnya. Bahkan aktivis
mahasiswa 1998 yang telah menjadi pemimpin pada pemerintahan pun membuat
kebijakan yang merugikan rakyat.
Jadilah
mahasiswa yang terus bersuara untuk kepentingan rakyat bukan hanya sekedar
mengejar nilai dan gelar sarjana. Memusuhi korupsi, pelanggaran HAM hingga
membela mereka yang ditindas. Itulah tugasmu Mahasiswa karena ada hal yang
lebih penting dari diri kita sendiri yaitu kesetaraan manusia. Gunakan
intelektualitasmu dan energi mudamu yang brilian untuk membantu rakyat keluar
dari penderitaan bukan mendukung penguasa untuk memperlakukan rakyat
semena-mena.
Kini
slogan Suara Rakyat adala Suara Tuhan dan Suara Mahasiswa adalah Suara Rakyat
mulai runtuh secara perlahan dengan melihat realita yang terjadi. Suara rakyat yang
didalamnya bersemayam kemerdekaan sejati dibiarkan berlalu seperti angin yang
bertiup dan berlalu. Nasib rakyat dibiarkan seperti sepeda rongsok karatan.
Teruslah bersuara bersama kebenaran tanpa pernah menghamba pada ketakutan dan
sadarkanlah penguasa bahwa Suara Rakyat adalah Suara Tuhan maka Penguasa wajib
mendengarkan jeritan rakyat. Jika saja mahasiswa dan rakyat menghamba pada
ketakutan, maka kita akan perpanjang barisan penderitaan dan kesengsaraan.
HIDUP
RAKYAT...!!! HIDUP MAHASISWA...!!!
0 komentar:
Posting Komentar