Akhir-akhir
ini publik seakan dihipnotis oleh kasus kematian Wayan Mirna Salihin yang
secara mendadak meninggal setelah meminum es kopi vietnam di Cafe Olivier,
Grand Indonesia Shopping Town, 6 Januari 2016 lalu. Kematian mirna secara
misterius ini menjadi trending topic di kalangan masyarakat luas bahkan
media-media pun memperbincangkan nya. Mirna diduga meninggal akibat keracunan
sianida. Teman mirna, Jessica Kumala Wongso dituduh sebagai orang yang menaruh
sianida kedalam kopi Mirna berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan pihak
penyidik dan dijerat dengan pasal 340 KUHP pembunuhan berencana. Namun hingga
sidang yang ke-19 kasus ini belum juga usai dan hakim
belum mengambil putusan.
Alat
bukti sah yang menjadi acuan untuk mendakwah seseorang pada sistem penegakan
hukum di indonesia adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk,
dan keterangan terdakwa. Saksi-saksi fakta yang berada di Cafe Olivier saat
Mirna kolaps telah didatangkan JPU dan Kuasa Hukum Jessica untuk menerangkan
perkara ini. Tak seorangpun saksi fakta yang dengan mata kepalanya melihat
Jessica sedang menaruh sesuatu ke dalam kopi milik mirna. Saksi ahli pun
didatangkan untuk memberi keterangan ilmiah soal sianida yang menjadi pokok tuduhan
yang telah meracuni tubuh Mirna hingga tewas. Petunjuk/barang bukti yang
menjadi pedoman bagi penyidik untuk menjerat Jessica yaitu kopi mirna yang
didalamnya ditemukan 7.200 ml sianida, lambung mirna yang diambil sampelnya dan
terdapat 0,2 mg/liter sianida, cctv, dan ada tiga barang bukti lainnya. Autopsi
tidak dilakukan terhadap jenazah mirna sebab keluarganya menolak. Jessica pun
dengan keras menepis tuduhan-tuduhan yang memjeratnya. Jika kita melihat
kasus-kasus pembunuhan, pencurian, terorisme, dua atau tiga kali sidang dan
ditetapkan sebagai tersangka pasti ia akan mengakui kesalahannya. Hal ini
sangat berbeda dengan Jessica yang sudah mencapai sidang ke 19 nya belum juga
mengaku perbuatannya.
Segala
alat bukti inilah yang akan membantu hakim untuk memutuskan. Minimal 2
(dua)alat bukti sudah cukup kuat bagi hakim dalam memutuskan suatu perkara.
Melihat kasus ini, alat bukti yang kuat bagi hakim untuk mengambil putusan
adalah keterangan ahli dan petunjuk (barang bukti) sebab belum adanya saksi fakta
yang melihat dengan jelas jessica menaruh sianida ke dalam kopi mirna. Gambar
pada cctv pun tidak memperlihatkan Jessica sedang menaruh sesuatu ke dalam kopi
milik mirna. Para ahli didatangkan oleh Jaksa dan Kuasa hukum Jessica. Ahli
kriminologi, psikologi, psikiater, patologi forensik, toksikologi memberi
keterangan terkait ilmunya pada persidangan. Bahkan seorang ahli patologi
forensik didatangkan dari Australia.
Berbicara
mengenai saksi ahli yang memberikan keterangan untuk meringankan ataupun memberatkan
terdakwa, yang menjadi fokus adalah keterangan dari saksi ahli patologi
forensik dan toksikolog (ahli racun). Sebab basic ilmunya mengarah pada
kematian mirna yang disebabkan karena keracunan. Hal-hal yang perlu diketahui
sebelum mendiagnosis seseorang itu keracunan adalah pemeriksaan kedokteran forensik
(meliputi pemeriksaan luar dan dalam) serta tanda dan gejala korban. Jika tidak
dilakukan pemeriksaan dalam dan luar pada jenazah maka tidak dapat disimpulkan
penyebab kematian korban.
Pada
pemeriksaan bagian luar jenazah, dapat tercium bau amandel yang sangat khas
untuk korban keracunan sianida. Dapat tercium dengan cara menekan dada mayat
sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung. Bau tersebut harus cepat dapat
ditentukan karena indra penciuman cepat teradaptasi sehingga tidak dapat
membaui bau khas tersebut. Pada pemeriksaan bedah jenazah (otopsi) dapat
tercium bau amandel yang khas pada waktu membuka rongga dada, perut, dan otak
serta lambung (bila racun melalui mulut) darah, otot, dan penampang tubuh dapat
berwarna merah terang. Dapat ditemukan juga kelainan pada mukosa lambung berupa
korosi dan berwarna merah kecokelatan karena terbentuk hematin alkali dan pada
perabaa mukosa licin seperti sabun. Sementara itu tanda dan gejala seseorang keracunan
sianida adalah sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam
mayat berwarna terang(merah) karena darah vena kaya akan oksigen.
Jika
dilihat dari aspek kedokteran forensik, tidak dilakukannya autopsi menjadi
penyebab kematian mirna tidak dapat disimpulkan. Ini merupakan dogma atau
aturan dalam ilmu kedokteran forensik. Dari aspkek hukum, susah ditemukan
kebenaran materil dalam kasus ini. Kemungkinan Jessica bebas di pengadilan
sangat besar. Kasus ini bisa dibuktikan secara materil, saksi, dan fakta serta
harus ada pengakuan dari pelakunya. Sejauh ini pembuktiaan yang dilakukan oleh
polisi dalam kasus ini hanyalah asumsi belaka.
Jelaslah
Jessica adalah bukti ketidakadilan sistem peradilan indonesia. Seharusnya ia
segera dibebaskan secara hukum mengingat alat bukti yang tidak cukup kuat untuk
mendakwahnya. Ditahan berhari-hari dalam kurungan dan di hantui oleh
tuduhan-tuduhan yang belum dipastikan kebenarannya. Ini jelas membuat psikologi
nya terganggu dan dapat menimbulkan stres berat.
Timbul
banyak pertanyaan dalam benak kita terkait kasus ini, apakah benar mirna mati
karena sianida? Siapakah yang melihat Jessica menaruh sianida ke dalam kopi
mirna? lantas mengapa perkara ini tetap berlanjut hingga sidang ke-19 tanpa
saksi fakta? adakah indikasi oknum yang ingin memanfaatkan kasus ini demi
kepentingannya? ataukah jessica korban dari tersangka yang sebenarnya?
Amar
putusan ada ditangan hakim. Hakimlah yang berhak menjatuhkan pidana kepada
seseorang terdakwa. Disini diperlukan keyakinan hakim. Keyakinan hakim tersebut
harus timbul dari alat bukti. Keyakinan yang timbul karena hal-hal lain
(mis.melihat tampang, gerak-gerik atau riwayat yang jelek dari terdakwa) bukan
merupakan keyakinan seperti yang dikehendaki undang-undang. Semoga saja hakim
bijaksana dalam memutuskan perkara ini, apakah jessica ditetapkan sebagai
tersangka dengan pasal pembunuhan berencana ataukah bebas secara hukum karena
bukti yang ada belum cukup kuat untuk membuatnya menjadi tersangka.